Menyikapi Kenaikan Bahan Bakar Minyak
Bahan bakar pada saat sekarang ini menjadi salah satu komoditas yang sangat penting dalam dunia global. Sedikit saja terjadi fluktuasi harga, maka akan berdampak sistemik ke sendi-sendi kehidupan sosial. Hal tersebut tergolong wajar, mengingat bahan bakar minyak ( BBM ) merupakan sumber daya energi yang tidak dapat diperbahrui. Bahan bakar minyak menjadi salah satu motor penggerak dari berbagai kegiatan operasional perekonomian dunia.
Bagi negara-negara petro dollar ( negara penghasil minyak ), fluktuasi kenaikkan harga bahan bakar minyak tentunya tidaklah begitu berpengaruh bagi stabilitas perekonomian nasional, akan tetapi, bagi negara-negara konsumen, hal tersebut tentunya sangat berpengaruh. Salah satu faktor penyebab melonjaknya harga minyak dunia akhir-akhir ini dikarenakan terjadinya krisis nuklir Iran. Akibatnya, Iran di embargo oleh Amerika Serikat, sehingga pasokan minyak global menjadi berkurang dan harga minyak dunia pun melonjak drastis diluar batas harga normal yang berlaku.
Situasi tersebut dapat tergambarkan di bumi pertiwi. Belum lama ini berbagai reaksi beragam bermunculan menanggapi kebijakan yang akan diambil oleh pemerintah untuk menaikkan harga bahan bakar minyak, baik yang mendukung kebijakan pemerintah menaikkan harga bahan bakar minyak ataupun yang menolak dengan keras kebijakaan tersebut. Hal tersebut tentunya sungguh ironi, mengingat sekitar dua atau tiga dekade yang lalu Indonesia tergabung dalam OPEC ( perkumpulan negara-negara penghasil minyak ) harus melakukan impor bahan bakar minyak untuk memenuhi defisit kebutuhan minyak dalam negri. Hal tersebut diperkuat dengan keluarnya Indonesia dari OPEC pada tahun 2008 karena tidak sanggup lagi memenuhi kebutuhan minyak global.
Dampak dari kenaikkan harga bahan bakar minyak tersebut, tentunya akan sangat dirasakan oleh masyarakat umum. Biaya hidup yang dirasakan sudah sangat tinggi oleh sebagian masyarakat Indonesia pada saat sekarang ini akan bertambah tinggi. Akibat kenaikan harga bahan bakar minyak, biaya transportasi menjadi tinggi dan secara otomatis akan menaikkan harga sembako dipasaran.
Gambar Ungkapan Penolakan Kenaikan Harga BBM Oleh Pendemo
Jika melihat berbagai dampak tersebut, tentunya kebijakan yang coba di ambil pemerintah untuk menaikkan harga bahan bakar minyak akan di tolak secara tegas. Akan tetapi, mengingat Indonesia sudah bukan merupakan bagian dari OPEC kebijakan tersebut cukuplah beralasan. Jika seaindainya Indonesia tidak menaikkan harga bahan bakar minyak, RAPBN Indonesia dikhawatirkan akan mengalami defisit. Akan tetapi melihat situasi dan kondisi Indonesia sekarang ini, menaikkan harga bahan bakar minyak langsung Rp.1500 bukanlah pilihan yang tepat. Masyarakat Indonesia belumlah siap sepenuhnya untuk menerima kenaikkan harga tersebut. Hal tersebut ditambah dengan kenyataan bahwa harga pertamax sebagai bahan bakar yang disarankan oleh pemerintah untuk digunakan bagi mereka yang berpenghasilan menengah masih berharga mahal. Oleh karena itu tidaklah mengherankan jika sasaran dari subsidi BBM sering salah sasaran, tidak dapat dinikmati oleh mereka yang memang pantas.
Masyarakat pun tidak dapat sepenuhnya disalahkan, sebagai makhluk ekonomi, manusia cenderung memilih untuk membeli sesuatu dengan harga semurah-murahnya yang nilai guna sama. Dalam situasi seperti ini pemerintah mutlak harus mampu meyakinkan masyarakat umum tentang kebijakan yang akan diambilnya. Penjelasan yang memuaskan masyarakat, tentunya akan dapat membangun sikap masyarakat untuk menggunakan bahan bakar non subsidi.
Oleh karena itu, masyarakat pun sangat diharapakan agar lebih bersabar untuk menghadapi situasi seperti ini, jangan mudah terpancing isu-isu miring yang dapat menggangu situasi dan kondisi negara yang sedang kondusif. Selain itu masyarakat tentunya dituntut untuk lebih berhemat dalam penggunaan bahan bakar minyak untuk alat transportasinya. Akan sangat bijak jika masyarakat umum secara bertahap mulai beralih menggunakan transportasi umum sebagai pilihan utama dalam menunjang aktivtas kerja sehari-hari, terlepas dari sarana dan prasarana transportasi yang masih jauh dari baik. Dan yang terpenting adalah tentang kesadaran pribadi. Pada akhirnya masyarakat sendirilah yang akan menentukan jenis bahan bakar yang digunakan. Jika secara ekonomi mampu membeli bahan bakar non subsidi, mengapa harus membeli bahan bakar yang bersubsidi.