Jumat, 26 November 2010

Pemimpin butuh "Ego"

Setiap manusia yang terlahir di dunia membawa, mewarisi, dan memiliki beberapa sifat alami dari seorang manusia kebanyakan. Misalnya kebahagian, kemarahan, kesedihan, ego, dan lain sebagainya. Dan sifat-sifat tersebut telah menyatu dalam berbagai aktivitas yang dilakukan oleh manusia dalam kehidupan sehari-hari, tidak terkecuali bagi seorang pemimpin.

Dalam setiap usahanya untuk memimpin suatu organisasi atau kelompok untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan terkadang seorang pemimpin tidak hanya membutuhkan sebuah skill, kharismatik, dan wibawa, tetapi juga dibutuhkan salah satu penerapan sifat alami dasar dari manusia, yaitu ego.

Ego adalah salah satu sifat manusia yang membenarkan setiap pola pikir pribadi tanpa mempedulikan opsi pola pikir lainnya. Dari beberapa definisi, memang “ego” ini seperti memiliki makna negatif. Banyak hal yang memacu munculnya ego seorang individu, bahkan secara tidak langsung ego ini sangat berkaitan dengan tujuan yang hanya ingin dicapai oleh individu tersebut seorang diri. Faktor kekuasaan, ambisi, cita-cita dapat membangun suatu ego. Misalnya bagi seorang anggota team worker perusahaan, karena ingin dipromosikan sebagai team leader perusahaan, maka ketika ada suatu permasalahan dalam perusahaan, orang ini berusaha untuk menonjolkan diri dalam setiap usaha penyelesaian masalah. Sehingga lebih condong bergerak sebagai seorang individualistis dari pada sebuah tim.

Bagi sebuah organisasi terkadang ego dari para anggotanya dapat menjadi sebuah ancaman bagi keberlangsungan organisasinya. Karena ego dapat menyebabkan terjadinya konflik antar anggota yang bisa mengancam kesolidan organisasi, sehingga akan menimbulkan hambatan bagi tujuan organisasi.

Disinilah peran seorang pemimpin dibutuhkan untuk meredam ego para anggotanya. Sebesar apapun ego para anggotanya pada akhirnya tetaplah tunduk pada keputusan seorang pemimpin mengingat kapasitasnya sebagai seorang pemimpin, sehingga sudah sepatutnya dihormati oleh bawahan. Terkadang dalam setiap rapat kerja organisasi, pemimpin pun secara tidak langsung menggunakan ego dalam mengambil suatu keputusan meskipun dia tetap mau mendengarkan pendapat dari anggota lainnya.



Hal tersebut dapat dilihat dalam usahanya untuk meyakinkan setiap anggota organisasi bahwa pemikirannya dapat digunakan sebagai sebuah solusi dalam penyelesaian suatu permasalahan yang sedang dihadapi oleh organisasi. Jadi dapat dikatakan bahwa pimpinan organisasi secara tidak langsung telah menolak opsi solusi dari anggotanya dengan halus. Meskipun begitu, bukan berarti setiap pemikiran dari seorang pemimpin dapat dengan mudah di terima begitu saja. Dalam hal ini, anggota organisasi tetaplah mempunyai hak untuk menolak pemikiran seorang pemimpin karena dalam hal ini pula dirasakan masih ada opsi lain yang dapat di pilih.

Ego tidak selamanya menjadi sebuah ancaman bagi suatu organisasi, penerapan ego pada timing waktu, situasi, dan kondisi yang tepat dapat menjadi sebuah eskalator ekstra dalam memimpin sebuah organisasi. Memang seorang pemimpin yang baik sudah sepantasnya mau mendengarkan pendapat dari bawahan, tetapi dalam beberapa situasi dan kondisi tertentu seorang pemimpin tidaklah salah jika mengedepankan ego.

0 komentar:

Posting Komentar